Kosmetik menurut Food and Drug Administration (FDA) merupakan produk yang digunakan pada kulit untuk tujuan membersihkan, mempercantik, meningkatkan daya tarik, atau memperbaiki penampilan (FDA, 2012). Produk kosmetik tidak hanya digunakan bagi orang dewasa tetapi juga untuk anak-anak dan orang usia lanjut (Felicia, 2013). Berdasarkan hasil riset lembaga informasi dan pengukuran global Nielsen pada tahun 2013 terjadi peningkatan konsumsi kosmetik di wilayah Indonesia. Di perkotaan terjadi peningkatan sebanyak 9,4% dari 554 miliar menjadi 606 miliar sedangkan di pedesaan terjadi peningkatan sebanyak 27,5% dari 64 miliar menjadi 82 miliar. Peningkatan konsumsi kosmetik di Indonesia ini sangat menjanjikan sehingga banyak produsen membuat produk kosmetik dalam berbagai bentuk sediaan serta kandungan bahan kimia. Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan beberapa kriteria produk kosmetik yang dapat dikategorikan aman meliputi adanya kemasan, label, izin edar, kegunaan dan cara penggunaan, tanggal kadaluarsa, serta tidak terkandungnya bahan kimia berbahaya (BPOM, 2016a).
Pada semester II tahun 2016, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan 39 jenis kosmetik yang meliputi 25 merk produk lokal dan 14 merk produk impor yang mengandung bahan kimia berbahaya, didominasi oleh produk kosmetik dekoratif (misal bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow, dan lain-lain) dan produk perawatan kulit (misal pelembab, tabir surya, facial wash, toner, dan lain-lain). Mayoritas produk mengandung bahan pewarna merah K3 dan K10 (rhodamin B) sebanyak 46,16%, diikuti produk kosmetik yang mengandung hidrokinon dan merkuri masing-masing sebanyak 17,95%. Selain itu, ditemukan juga kosmetik yang mengandung klindamisin dan teofilin (BPOM, 2016b). Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM nomor 18 tahun 2015 tentang persyaratan teknis bahan kosmetik, bahan kimia berbahaya dalam produk kosmetik dibedakan menjadi dua, yaitu bahan kimia berbahaya yang dilarang dan bahan kimia berbahayayang diperbolehkan digunakan dengan pembatasan dalam penggunaannya pada produk kosmetik. Bahan kimia berbahaya yang dilarang, yaitu merkuri, pewarna merah K3 dan K10 (rhodamin B), dan asam retinoat sedangkan bahan kimia berbahaya yang diperbolehkan digunakan dengan pembatasan dalam penggunaannya pada produk kosmetik, yaitu hidrokinon dengan batas maksimum penggunaan 0,02%, formaldehid dengan batas maksimum penggunaan 5%, triclosan dengan batas maksimum penggunaan 0,3%, dan resorsinol dengan batas maksimum penggunaan 0,5%. Penggunaan bahan kimia berbahaya pada produk kosmetik dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang serius. Pewarna merah K3 dan K10 (rhodamin B) bersifat karsinogenik dapat memicu kanker (Cahyadi, 2009). Hidrokinon dapat memicu ochronosis (kulit berwarna kehitaman) yang mulai tampak setelah penggunaan selama 6 bulan. Adapun merkuri yang bersifat karsinogenik dan teratogenik(dapat menyebabkan cacat pada janin) (Irving, 1975).Sebuah survei yang diadakan oleh Opinium Research (agen penelitian paling akurat di London) terhadap 3.814 wanita Inggris pada tahun 2010 menunjukkan hasil bahwa 73% wanita tidak mengerti sama sekali mengenai kandungan bahan yang dicantumkan dalam label bahan-bahan kosmetik yang dibeli (Cho et al, 2017). Belum adanya data penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai kebiasaan pemilihan kosmetik di Indonesia, sehingga diperlukan program untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terutama kaum wanita mengenai produk kosmetik yang amanagar masyarakat dapat terhindar dari produk kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya serta dampak yang akan ditimbulkan apabila menggunakan kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya